Thursday, November 17, 2011
Masa Mendatang....
Dalam perjalanan dari rumah ke kantor, aku termenung dan memikirkan bahan tulisan hari ini. Dan biarpun jatah memoirs masih segabrukan, tapi sepertinya pagi ini giliran menuangkan apa yang ada di pemikiranku dulu. Sudah lama aku memikirkan masa depan dari anak-anakku. Sebagai seorang ibu, aku ingin anak-anak mendapatkan yang terbaik, lebih baik dari orang tuanya. Aku hanya lulusan D2 dari sekolah Sekretaris di UKSW. Jujur aku sering minder, karena banyak teman-temanku yang S1 bahkan lebih. Dan bukan rahasia lagi kalau memang sering orang dipandang dari sisi intelektualnya. So klo cuman lulusan akademi kadang masih ada pola pikir, intelektualnya belum nyampe, hehehehe...this is in my own opinion lho ya...hasil dari pengamatan saja. Mohon maaf klo ada yang kurang setuju, anda sangat berhak untuk menyanggah dan menyampaikan pendapat anda disini :-)
Ketika orang bertanya, "Do you love your country, Indonesia?". Dengan tegas dan mantap 100%, aku menjawab: "Yes, I do love my country, Indonesia." Next question: "Will you spend the rest of your life in your country?". My answer will be: "It might be, but 90% yes. But not my children!."
Aku cinta negara ini, tanah air ku yang cantik dan permai. Tetapi maafkan aku bila aku tak ingin anak-anakku menghabiskan masa hidupnya di negara dimana mereka dilahirkan. Kalaupun suatu saat nanti, mereka beranjak dewasa dan memutuskan untuk tetap tinggal menetap sampai akhir hidup mereka di negara ini, itu adalah pilihan hidup mereka 100%. Karena sebagai orang tua, aku hanya memberikan options dan options itu adalah tinggal di negara ini atau sesuai keinginanku sebagai seorang ibu, tinggallah di negara lain yang lebih baik.
Apakah Indonesia tidak baik? Jujur aku bilang, TIDAK! Negara yang kaya raya, cantik permai ini sudah bobrok dan rusak. Aku ngeri membayangkan masa depan negara ini. Mulai dari hal-hal kecil yang aku temui setiap hari, semuanya membuatku terus berpikir bagaimana negara ini bisa keep up dan berkompetisi untuk berjuang hidup dan tegar di masa mendatang? Semua rusak, amburadul. Salah pemerintah? Ah sudahlah....semua sudah tau dan nggak perlu terus diperpanjang karena inti dari semua yang telah dan sedang dan akan terus terjadi adalah "attitude."
Kebobrokan moral, attitude, bangsa ini sudah sedemikian parah dan sudah menjadi endemi yang sangat dasyat. Tiap-tiap keluarga yang masih memegang kebenaran dan kekuatan attitude atau moral yang benar, sibuk berjuang sendiri-sendiri agar keluarga mereka terutama sekali anak-anak mereka tetap bertahan menjadi kelompok kecil minoritas bibit unggulan. Dan itu perjuangan yang sangat melelahkan, mahal luar biasa, penuh keringat dan air mata. Banyak harga mahal yang harus dibayar karena gempuran disekitar yang sedemikian dasyat. Ini yang sedang kami kerjakan dan perjuangkan sedemikian rupa, supaya anak-anak kami terus bertahan menjadi bibit unggulan yang terbaik secara kualitas attitude atau moralnya.
Ruth dan Jo pernah bertanya kepada kami, "Mengapa Papa Mama nggak ingin kami nanti dewasa tinggal di Indonesia?" Jawaban kami saat itu adalah, "Papa Mama ingin kalian bisa hidup bahagia dengan pilihan hidup kalian yang sebenarnya, bukan karena dipaksa oleh sebuah keadaan. Kalau nanti kalian dewasa tetap ingin tinggal di Indonesia, nggak masalah juga...tapi tetaplah bahagia dengan pilihan itu dan berikan yang terbaik."
Mungkinkah pola pikir kami sebagai orang tua dikarenakan dendam pribadi terhadap keadaan saat ini? Kami berdua kadang merasa, apa yang dulu menjadi ideal kami saat masih muda banyak yang harus kami kompromikan ataupun hilangkan, ataupun ditunda, karena benturan keadaan yang kadang terlalu keras dan menyakitkan? Contoh sederhana, Jeff mempunya cita-cita sederhana sejak kecil, ingin mengajar, jadi guru. Tetapi keadaan membuat dia menunda passion mengajar sedemikian lama karena keadaan. Karena apa?? Uang! Ya, kami butuh financial yang cukup untuk memberikan pendidikan terbaik dan kenyamanan sehari-hari bagi anak-anak, sampai batas waktu yang sudah kami tetapkan dalam financial planning keluarga kecil kami.
Mungkin ada yang berkomentar: "Kebutuhan manusia memang klo diturutin nggak akan pernah cukup!." Betul sekali! Tetapi hikmat yang kami miliki adalah jalani dulu yang ada untuk persiapan anak-anak, baru setelah itu raih yang menjadi mimpi kami di kemudian hari. Dan penundaan realisasi mimpi yang sedemikian lama itu kadang terasa sakit dan pahit. Namun kami percaya bahwa kami tidak boleh menyerah. Mimpi itu harus tetap dipegang dan diraih walaupun membutuhkan kesabaran puluhan tahun.
Jadi, salahkah apabila kami tak ingin hal itu menimpa anaka-anak kami tersayang? Kami melihat idealisme yang besar dalam diri Ruth dan Jonathan. Dan kami ingin mereka berdua hidup bahagia dalam idealisme positive yang ada dalam diri mereka. "Mama, I love math and social studies. Aku cuman mau belajar itu aja dan itu terus sampai besar", kata Ruth. "Ai Jo pengennya jadi pemain bola! Males belajar Math!" kata Jonathan lagi.
Idealisme Ruth mungkin masih bisa match dengan kehidupan di Indonesia, tetapi bagaimana dengan Jonathan? Berulang kali sebagai ibu aku menekankan kepada mereka, bahwa mereka tidak perlu jadi juara kelas dan menguasai semua bidang. Bila mereka mencintai sesuatu, sesederhana apapun itu, lakukanlah itu dengan penuh cinta, dengan segenap hati dan kekuatan yang ada padamu, dan teruslah berlutut dan berdoa untuk hal sederhana itu, karena Tuhan akan mengubah yang sederhana pada dirimu menjadi suatu hal yang luar biasa!
Jadi kalau Jonathan "hanya" ingin menjadi pemain bola, tentunya sebagai orang tua, kami ingin mengangkat cita-cita sederhananya menjadi sesuatu yang luar biasa. Nggak cuman pemain bola nasional, tetapi bisa menjadi seperti Messi, pemain bola favorite Jonathan di Barca. Jalan kesana? tentunya panjang dan berliku, dan jujur saat ini kami hanya melihat, kesempatan itu baru tersedia di luar Indonesia.
Bagaimana dengan Ruth? Kobaran di hatinya mengenai math sungguh luar biasa. Kalau memang itu yang ada pada dirinya dan sedemikian idealisnya, jujur kamipun masih melihat bahwa peluang itu tersedianya cuman di luar Indonesia.
Masih terngiang percakapanku 13 tahun yang lalu dengan Ruben, salah seorang siswa Goshen College, asal dari Semarang. Saat itu kami berdua berjalan beriringan dari Goshen College menuju 8th Street tempat aku tinggal bersama Herman & Ros Weits. Sambil menikmati keindahan musim semi di Indiana, aku bertanya kepada Ruben yang sudah Senior di Goshen College saat itu. "Next year lulus, mau kemana Ben? pulang ke Indonesia?". Ruben tertawa kecil dan menjawab, "Never!". Jujur aku kaget sekali dengan jawaban itu. "Why??!". Ruben menjawab lagi, "Aku mau makan apa disana?? Bidangku Fisika, di Indonesia aku nggak bisa berkembang dan mungkin kalaupun aku berusaha sedemikian rupa, aku nggak akan bisa dihargai. Aku hanya punya Fisika, dan aku ingin hidup dari Fisika dan itu hanya akan aku peroleh disini, tidak di Indonesia." Jawaban dari Ruben merupakan perenungan yang panjang untukku mulai hari itu sampai dengan hari ini. Kehidupan Ruben di US sangat baik. Dia sudah menikah dengan orang Indonesia juga dan menetap disana. Dia berhasil mendapatkan Master Degree di bidang Fisika dari sebuah Universitas terpandang di US, dia bekerja sesuai bidangnya dan kemungkinan besar pun doktoral dalam bidan Fisika akan segera dia raih dalam waktu dekat. Ya, dia saat ini bahagia dan hidup seimbang dengan Fisika dan idealisme nya disana.
Jadi bagaimana gambaran "Masa Mendatang" kami? Ruth dan Jonathan bahagia dengan idelisme mereka, berkembang sesuai panggilan jiwa mereka di negara orang. Saya dan Jeff, menghabiskan masa tua bersama di tanah air tercinta nan elok ini dengan terus mengejar mimpi idealisme kami di masa muda. Jeff dengan setumpuk buku, research dan para mahasiswa nya, dan aku dengan tulisan, oven, kompor dan mixer. Semoga Tuhan yang Maha Pengasih memberikan kami kesehatan, hikmat dan bijaksana dalam kami mengatur dan menyusun rencana masa mendatang hidup kami agar seturut dengan rancangan-Nya. Aamiin!.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment