Namanya Fitrie, usia 16 tahun, asal Lampung Utara, suku Jawa. Dia adalah pembantu ke sekian yang bermasalah di rumah setelah 3 bulanan bekerja di rumah kami. Fitrie dibawa oleh Mbak Isah, pembantu yang dulu lama ikut kami dari Jonathan kecil sampai akhirnya lulus TK. Mbak Isah mengundurkan diri dari rumah kami karena menikah dengan Ade, sopir yang dia kenal saat masih ikut anter jemput Jonathan ke SKK. Semenjak mbak Isah menikah kami masih ada Teteh Maya yang membantu sampai lebaran. Teteh Maya tidak balik kembali ke rumah setelah lebaran, nggak tau alasannya apa. Karena itulah akhirnya Fitrie dari lampung ke rumah kami untuk bekerja.
Awal-awal Fitrie bekerja di rumah kami mulai terlihat bahwa kemampuannya jauh dibawah Mbak Isah. Ya memang Fitrie masih anak-anak, tapi aku ingat sekali waktu Mbak Isah bekerja pertama kali di rumah kami juga dia masih seumuran Fitrie, cuman sepertinya nggak seperti itu. Banyak hal yang Fitrie lakukan dan membuatku naik darah. Aku mencoba menasehatinya dengan baik dan lembut, tetep aja ndableg...lama-lama aku kasar, juga sama. Hadeeeuhhh pancen tambeng, kata orang Jawa!
Belakangan Fitrie juga mulai suka bohong dan memakai barang-barang kami yang bukan miliknya dan belum pernah kami berikan ke dia. Jujur penat banget punya pembantu seperti Fitrie, namun karena butuh aku coba pertahankan sampai akhirnya 2 hari yang lalu aku sudah tidak tahan lagi dan langsung mengusirnya dari rumah. Fitrie aku dapati mengambil bebrapa barang pribadiku, Ruth dan juga Jeff, disembunyikan di lemari pakaian dia, di tas bawaan dia, semua perlahan teratur rapi sedikit demi sedikit. Aaarrggghhh...daripada makin lama makin nggak bener, hari Selasa malam aku langsung mengusirnya dari rumah saat itu juga. Malam itu Fitrie pergi ke rumah Mbak Isah di dekat kompleks Polri. Aku sebetulnya nggak enak juga dengan Mbak Isah, selama ini hubunga kami sudah sangat baik, semua jadi rusak karena perbuatan adiknya. Mbak Isah sempet bicara denganku di telpon dan nangis-nangis, tapi aku sudah tidak bisa merubah keputusanku. Dari pada aku memilihara pembantu yang "sakit" dan nantinya berpengaruh buruk terhadap anak-anak lebih baik dari sekarang aku singkirkan benalu itu dari dalam rumah.
Saat aku beberes kamar Fitrie kemarin, aku menemukan buku notes koleksi Ruth yang dia pakai untuk menjadi diary dia. Ada 2 buku, dan perlahan satu persatu aku baca. Aku membaca tulisan Fitrie dengan geleng-geleng...aarrgghhhh anak ini benar-benar sakit. Usia baru 16 tahun isi dari curahan hatinya cuman masalah percintaan, perselingkuhan.....astagaaa...ada beberapa lembar yang dia tulis mengenai keluarganya di Lampung tapi semua itu isinya cacian dan dendam kepada keluarganya. Aku mencoba mencari tulisan mengenai diriku yang suka ngomel kepadanya, tak ada satupun. Bahkan dia masih memilih ikut aku daripada harus pulang ke kampungnya di Lampung Utara. Pakai bersumpah segala nggak akan pernah pulang ke Kampung dan kembali ke orang tua dan keluarganya. Alamaaakkk ini anak benar-benar "sakit."
Aku sudah menutup lembaran buku-ku tentang Fitrie. Sudah tidak ada amarah lagi tentang dia. Sudah aku ampuni dan aku doakan semoga dia nanti kedepannya lebih baik. Tadi pagi mendengar kabar dari Adon bahwa Fitrie waktu ke rumah Mbak Isah tidak mau tidur di dalam rumah, dia memilih tidur di luar. Saat ini aku tidak tau keberadaan dia dimana. Semoga dia baik-baik saja dan tidak menempuh jalan yang kurang baik.
Aarrgghhh...awal tahun sudah dimulai dengan sesuatu yang membuat pening, semoga saja ke depannya akan lebih baik lagi, Aamiin. Sekarang tinggal masalah mencari pembantu pengganti untuk anak-anak. Hari ini sudah ada Mbak Ipah yang pulang hari. Ya lumayan mbak Ipah mau datang jam 6 dan bekerja sampai jam 4 sore di rumah. Semoga saja Mbak Ipah bekerja dengan baik dan juga sekalian bisa membantu mengawasi anak-anak sambil aku mencari yang permanen dan menginap. Makasih banget untuk Oma yang sudah bersedia untuk datang dan ikut mengawasi anak-anak dan juga Mbak Ipah. We love you, Oma Vien!
No comments:
Post a Comment