Thursday, July 5, 2012

Liburan ke Bali, 23 - 29 Juni 2012 (Day 2)

Minggu, 24 Juni 2012 - Hari ke-2 kami berada di Bali,.....and the journey begins :-)

Kami bangun pagi dengan segar, dan langsung menuju ke tempat restaurant untuk sarapan. Nice open style restaurant. Hembusan angin laut dari pantai terasa sangat menyejukkan. Yang bikin kami heran, selama kami di Bali, cuaca sungguh bersahabat. Berangin dan dingin tidak terasa panas yang menyengat. Apalagi pas di pinggir pantainya, dingiiiinnn.....dari semalam saja kami sudah kedinginan dan pagi inipun kami kedinginan sarapan di open restaurant hehehehehe....very nice weather!

Spot tempat sarapan kami saat sarapan pertama di Mercure Resort, Sanur

Mamanya kok awut-awutan banget sehhhh? hihihihihi.....
Jo dan papanya... :-)

Usai sarapan, masih ada waktu setengah jam sebelum dijemput untuk berjalan-jalan memulai tour hari pertama kami keliling Bali. Main dulu lah ke pantai dan sempetin juga jeprat jepret. Wajib itu mah hukumnya hahahahaha....Oh ya khusus untuk perjalanan liburan kali ini, kami dipersenjatai dengan 1 kamera SLR, 1 kamera pocket dan tentunya juga ada 2 buah smartphones hihihihi....untuk kamera SLR dan pocket, kami siapkan 4 memori cards biar jangan sampai ada masalah lagi demen potow eh memori nya abis, gak seru amatan hehehehehe....

Jo ngliatin apaan Jo?....

My girl in action ;-)

Jo dengan background pantai Sanur

Jam 9 pagi, akhirnya kami dijemput juga oleh Pak Supri, sopir kami selama di Bali, dan Pak Dewa Brata, tour guide kami. So nice to meet Pak Dewa (begitu kami memanggilkan). Tour guide yang friendly, very communicative and informative. Pak Dewa asli dari Bali, berasal dari Bangli. Suatu daerah yang cukup terkenal di Bali karena Bangli adalah kota tempat berdirinya RSJ, jadi menurut Pak Dewa, sering dibuat kelakar oleh orang Bali kalau orang-orang dari Bangli itu biasaya "kurang sehat," hahahahaha...bisa aja deh Pak Dewa.

Tujuan awal kami adalah Goa Gajah yang terletak di Kabupaten Gianyar. Gianyar disebut sebagai Kabupaten Pusat Seni di Bali karena di Kabupaten ini terletak beberapa Desa yang terkenal dengan kerajinannya sebut saja Ubud dengan para pelukisnya, Desa Celuk dengan pengrajin perak, emas dan pemahat batu, dan juga Desa Batubulan dengan pengrajin batik bali dan tempat pertunjukan Tari Barong. Menarik sekali perjalanan ke Goa Gajah melewati beberapa desa ini. Kami memutuskan untuk tidak berhenti di beberapa desa ini karena Ruth dan Jo sudah tertidur dengan amat sangat pulasnya di mobil :-)

Di depan gerbang masuk Goa Gajah, Gianyar - Bali

Begitu sampai di Goa Gajah, masih pagi dan belum terlalu ramai. Goa Gajah ini ditemukan di abad ke-11 namun tepatnya kapan Goa Gajah ini berdiri, masih merupakan misteri yang belum tersingkap secara jelas. Penelitian akan berdirinya Goa Gajah ini sampai dengan sekarang masih terus diselidiki. Pada saat kami datang ada beberapa bebatuan yang dikumpulkan dan dicoba disusun untuk penelitian ini. Goa Gajah dibangun sebagai tempat ibadah agama Budha pada mulanya. Mengapa disebut sebagai Goa Gajah? itu karena di dalam Goa tersebut terdapat patung Ganesha. Di kompleks Goa Gajah ini, yang menarik adalah bahwa yang diketemukan pada awalnya justru bukan Goa nya tapi pemandiannya. Di pemandian ini terdapat 7 pancuran air yang dipercaya sebagai pancuran mata air yang berasal dari 7 mati air suci di India. 6 pancuran yang memancar dari patung dewa wanita dan di tengahnya adalah dewa pria. Kompleks Goa Gajah cukup luas, ada Taman Sari di dalamnya, Pewaregan (dapur) dan juga beberapa batu prasasti yang terletak disekitar bagian atas dekat pura dan dilewati oleh sungai Petanu. Kami sempat turun ke bagian bawah sungai dimana disitu banyak terdapat batu-batu besar yang sebenarnya adalah prasasti di lereng sungai namun kemudian jatuh ke dasar sungai akibat terjadinya gempa bumi. Ada sebuah pohon yang besar sekali dengan banyak akar yang keluar, waktu ditanya apakah itu Beringin? Pak Dewa menjawab bukan. Pohon itu sejenis dengan beringin dan bernama "Bunut". Perbedaan pohon Bunut dengan Beringin adalah pohon ini tidak mempunyai akar yang menggantung.

Tumpukan bebatuan candiyang sedang dicoba untuk dikumpulkan dan dicocokkan untuk penelitian yang lebih lanjut mengenai keberadaan Goa Gajah

Pemandian di kompleks Goa Gajah - banyak ikan Nila hitam besar-besar hehehehe....

3 dari 7 pancuran air yang dipercaya mewakili 7 sumber air suci umat Hindu di India

Salah satu arca bukti bahwa Goa Gajah juga merupakan bukti dari peninggalan agama Budha di Bali.

Pintu masuk menuju kedalam Goa Gajah

Patung Ganesha (manusia berkepala Gajah) - sebab dinamakannya Goa ini sebagai Goa Gajah karena di dalam Goa terdapat patung Ganesha, manusia berkepala Gajah

3 arca yang mewakili Dewa Brahma, Syiwa dan Wishnu yang juga terletak di dalam Goa dan menjadi tempat berdoa umat Hindu yang datang ke Goa Gajah

Pewaregan aka dapur yang masih dipergunakan pada saat ada upacara di Goa Gajah

Tungku jaduls yang masih banyak terdapat di desa-desa :-)

Jonathan di Taman Sari, didirikan tampat pemujaan Dewa Indra dan tepat di belakang tempat pemujaan itu terletak mata air yang mengucur dari cadas batu tebing yang terlihat

Setelah melihat-lihat bagian Goa, Taman Sari dan Pewaregan, kamu berjalan turun ke pinggiran sungai Petanu dan tebing sungai untuk melihat prasasti yang berjatuhan. Setelah itu lanjut ke atas pura. Disini ada acccident kecil. Kakak Ruth terpeleset jatuh, kejeblos ke got yang berlumut. Duh kasian putriku kakinya jadi sakit dan lecet. Pak Dewa trus mengajak kakak Ruth mencuci kakinya di aliran air yang mengalir dari mata air di Taman Sari. Putriku yang habis menangis kesakitan langsung tersenyum girang dan sekaligus cuci muka. Habis itu dia bilang, "Enak banget airnya Mah, seger...makanya kakak langsung cuci muka trus jadi lupa sama sakitnya." Yup habis cuci kaki tangan dan muka dialiran air Goa Gajah, kakak Ruth tidak mengeluh sakit atas kakinya yang kejeblos dan sedikit kesleo tadi. Bukan airnya yang manjur ya...ah nggak tau juga, percaya tak percaya. Kalau aku siy karena Ruth udah feeling much better di hatinya dan happy dengan kesejukan air yang dia dapat. :-)

Bebatuan besar yang berlumut yang sebenarnya merupakan prasasti yang terguling dari tebing saat terjadi gempa bumi. Dibawah bebatuan itu mengalir sungai Petanu

Ada air terjun mini mencuat dari celah-celah bebatuan tebing sungai

Berfoto dibawah pohon dan diantara akar yang menonjol dari pohon Bunut. Keren yah akar pohonnya!

Dari Goa Gajah, kami melanjutkan perjalanan menuju Pura Tirta Empul di Tampak Siring yang bersebelahan dengan Istana Negara Tampak Siring. Kami kali ini tidak mengunjungi Istana Negara Tampak Siring, karena sepertinya sudah tertarik duluan untuk belajar mengenai Pura Tirta Empul. Dalam perjalanan menuju Pura Tirta Empul ini Pak Dewa menceritakan bagaimana Pura ini berasal. Ternyata ada kaitan cerita legendanya dengan Sungai Petanu yang membelah kompleks pura Goa Gajah. Sungguh menarik. Pura Tirta Empul ini dibangun untuk memuja Dewa Indra. Tirta Empul artinya air yang menyembul dari dalam tanah. Di pura Tirta Empul ini terdapat 30 pancuran air yang dipercaya oleh umat Hindu bahwa air yang memancar dari 30 pancuran ini adalah air suci. Dan dari legendanya memang, Tirta Empul ini yang menciptakan adalah Dewa Indra, untuk itu banyak umat Hindu datang ke tempat ini bukan untuk sekedar mandi tetapi dalam rangka menyucikan diri dan berdoa kepada Dewa Indra. Tempat ini sangat menarik, waktu kami kesana banyak umat Hindu yang datang untuk berdoa dan melakukan upacara. Pelajaran yang baik untuk anak-anak mengenal budaya dan agama lain. Di Pura Tirta Empul ini juga kami melihat tempat kolam munculnya mata air yang sangat jernih kemudian air tersebut itulah yang mengalir ke 30 pancuran dan juga 1 kolam ikan besar. Ruth dan Jo senang sekali melihat ikan mas besar-besar berenang di kolam air yang sangat jernih dan dingin sejuk. Hal lain yang menarik yang kami dapatkan dari Pura Tirta Empul adalah, Buah Maja. Aaahh itu toh yang namanya Buah Maja, asa muasal dari kata Majapahit. Yup, menurut cerita Pak Dewa, seorang Resi dari Majapahit lah yang pertama kali datang ke pulau Bali untuk menyebarkan agama Hindu.



Patung Dewa (Bhatara) Indra

Buah Maja - asal muasal dari Majapahit (ini fotonya susah banget di rotate, nggak ngerti deh...)

Orang mengantri untuk menyucikan diri mereka di ke-30 pancuran yang berada di Tirta Empul. Turis asing maupun domestik boleh ikut serta dalam ritual ini asalkan mau mengikuti semua tata cara yang sudah ditetapkan, salah satunya dengan memakai kain saat turun ke air

Tirta Empul mempunya 2 pemadian di sisi kiri dan kanan seperti yan terlihat di foto ini. Jo dan Jeff sedang berdiri di tengah-tengah bangunan yang memisahkan kedua pemandian

Usai melakukan ritual penyucian diri di ke 30 pancuran yang terletak di 2 pemandian mereka lanjutkan dengan berdoa di pinggiran pemandian seperti ini, yang selanjutnya nanti mereka akan berganti pakaian dan melanjutkan ritualnya dipimpin oleh seorang Pandhita
'
Deretan sesaji untuk pelaksanaan upacara doa di Pura Tirta Empul

Umat berkumpul dan berdoa bersama dipimpin oleh Pandhita

Berada di pura tempat patung para dewa dan dewi yang disembah oleh umat Hindu

Kolam mata air Tirta Empul. Lihat betapa jernihnya mata air yang memancar di tempat ini ya :-)

Ratusan ikan mas dalam ukuran besar di kolam yang terdapat di Tirta Empul. Ruth dan Jo membeli pakan ikan seharga Rp 2,000 saja untuk bisa menikmati sensasi melihat kerumunan ikan emas ukuran jumbo :-)

Dari Pura Tirta Empul, kami melanjutkan perjalanan ke Kintamani untuk makan siang. Agak jauh perjalanan ke Kintamani ini, sekitar 1 jam. Anak-anak bobok pulas termasuk aku dan Jeff. Begitu sampai di Kintamani, aiihhh sukaaa....dinginn....yup, we love mountains! Kami makan siang di Lake View Restaurant dengan sistem prasmanan. Sengaja ambil di teras supaya bisa memandang keindahan panorama Gunung Batur yang masih aktif dan juga Danau Batur, satu-satunya Danau kaldera yang berada di Bali dan yang terbesar. Sisa lahar dari letusan Gunung Batur di tahun 2000 masih terlihat sangat jelas. Ya...Gunung Batur adalah salah satu gunung berapi teraktif di Indonesia. Di ujung Danau Batur terletak sebuah desa yang sangat terkenal dengan tata cara memakamkan mayat orang yang meninggal. Dimana orang yang meninggal setelah dikafanin diletakkan begitu saja dibawah pohon kemenyan. Mayat tersebut kemudian akan  membusuk dan menjadi tengkorak namun ajaibnya tidak ada bau busuk disekitar tempat itu karenae bau busuk mayat itu diserap oleh pohon kemenyan. Yup, Desa Trunyan! Desa tempat tinggal asli orang Bali, bukan orang Bali  keturunan Jawa Majapahit, tapi asli sli Bali. Mereka beragama Hindu juga tetapi mempunyai adat istiadat yang sedikit berbeda. Info dari Pak Dewa, Desa tempat tinggal asli orang Bali 2 diantaranya adalah Trunyan dan Tenganan. Seingatku saat aku pergi ke Bali bersama Oom yang dosen UKSW, saat itu aku masih SMA, kami mengunjungi Desa Trunyan ini. Yup, kami naik boat dari pinggiran danau Batur ke desa Trunyan. Aku tidak sempat melihat tengkorak-tengkorak yang dimaksud, cuman banyak kain-kain berserakan disekitar pohon kemenyan. Suasananya nggak enak makanya seingatku aku gak mau berlama-lama disitu, cuman ngelongok sebentar trus kabur ke boat hehehehe...Kenyang makan, puas liat pemandangan indah Gunung Batur dan Danau Batur di Kintamani, Kabupaten Bangli, kami kembali ke Kabupaten Gianyar.

Gunung Batur

Gunugn Batur yang masih terus aktif hingga hari ini, lelehan lahar hitam terlihat jelas tebal dan tidak dapat ditumbuhi oleh tanaman apapun, even rumput sekalipun

Lelehan lahar bercampur pasir hitam dan partikel yang lain yang sampai ke bagian landai dekat dengan danau

Danau Batur, danau kaldera terbesar di Bali

Dari Kintamani, tampak di kejauhan Gunung Agung, gunung tertinggi di Pulau Bali yang juga masih aktif

Lovely view, lovely moment!

Dalam perjalanan ke Ubud, Pak Dewa mengemukakan soal perkebunan organik milik warga dan menawarkan kalau kami mau mampir. Ehm...sounds like a good idea dan memang akhirnya kami memutuskan untuk mampir ke kebun kopi organik milik warga. Dan....itulah yang mengesankan kami sampai hari ini. Ruth dan Jo loved this place very much, gak pengen pulang dan terus mentioned tempat ini adalah a must kalau kami nanti kembali berkunjung ke Bali. Di tempat ini kami belajar banyak hal mengenai kopi Bali, cara mengolahnya, kopi luwak, tanaman lain seperti lada, vanilla, coklat dll. Di tempat ini kami disuguhi tester minuman hasil kebun warga. Gratis! cuman memang setelah itu digiring ke toko mereka. Terserah kita aja siy mau beli atau tidak. Kami siy beli. Anak-anak jatuh cinta dengan kopi kelapa produksi Abiansari. Selain itu juga aku beli cocoa powder, kopi bali, tentunya, coklat dan salak bali. Sedang gak terlalu musim salak balinya jadi harganya agak mahal dan rasanya kurang mak nyus. Aku beli sekilo doang untuk dicemil selama kami liburan di Bali. Puas main-main di Abiansari Organic Farm, kami langung ke Ubud.

Coklat :-)

Buah coklat yanga dibelah dan terlihat biji coklatnya

Pohon Gingseng

Rosella

Pohon Lada - foto dari kamera SLR ini aneh setelah di uplod rotasinya hanya may landscape padahal foto aslinya udah portrait lhoooo, hadeuughhh....

Musang atau Luwak yang lagi bobo di siang hari :-)

Jeff berpose di pohon Kayu Manis. Manisan siapa hayoooo??? wkakakakakakak....

Memasak biji  kopi di tungku api dan itu kayu bakarnya supaya sedep pake kayu batang dan ranting pohon kopi yang sudah dikeringkan, tujuannya supaya aroma kopinya lebih enak dan lebih tajam

Biji kopi yang sedang dimasak

Jonathan senang sekali disini karena diperbolehkan ikut memasak biji kopi dan juga menghidupkan nyala apinya pakai buluh bambu

Jeff numbuk kopi yang sudah dimasak

Ruth  mengayak kopi yang sudah ditumbuk

Di kedai kopi. Yang di depan kami itu jajaran sample produk dari para petani. Ada kopi bali, racikan lemon tea, racikan coconut coffee (fav anak-anak), kopi jahe, ginger tea, dll

Di Ubud kami mengunjungi Puri Ubud, tempat tinggalnya raja Ubud yang tak lain dan tak bukan sekaligus mertuanya si Happy Salma. Penting gak siy? hahahahahaha....tapi itulah salah satu cerita Pak Dewa. Pak Dewa juga menunjukkan dimana tempat Happy Salma menikah. Bagian dalam Puri tidak bisa kami masuki, jadi kami melihat-lihat bagian beranda puri saja. Saat di Ubud kami juga berjalan-jalan di pusat keramaian Ubud yang terletak di Jl. Mongkey Forest. Asyik juga di Ubud, ehm...tujuan berikutnya niy klo liburan ke Bali, mari menginap di Ubud. Selain berjalan-jalan dan melihat-lihat suasana di Jl. Mongkey Forest, kami juga ke Pasar Seni Ubud. Pak Dewa sudah menjelaskan bahwa Pasar Seni Ubud, walaupun judulnya pasar dan bentuknya beneran pasar, sar, sar....tapi harganya amit-amit dah! Lokasi dan pembeli memang menentukan. Pasar Seni Ubud ini biasa dikunjungi oleh turis-turis asing jadi wajar saja kalau harga super melangit. Mainan kayu yang di Tirta Empul ditawarkan Rp 10,000 di tempat ini Rp 80,000 walaupun saat kutawar mau juga dikasih Rp 25,000 tapi akhirnya gak jadi beli karena Jonathan gak berminat lagi dan dia tau tadi harganya cuman Rp 10,000. Good boy! Atas saran Jeff untuk tes pasar, aku akhirnya beli daster untuk Ruth dan diriku sendiri di tempat ini. Berdasarkan pengalaman nawar pertama, saat ditawari harga daster Rp 120,000 aku langsung tawar Rp 30,000! hahahahahaha.....dan akhirnya dikasih juga setelah alot menawar dan aku berani bandingkan harga daster dia dengan tempat yang sebelumnya aku kunjungi di Tirta Empul untuk sekedar melihat-lihat. Akhirnya dapet juga daster Ruth yang manis dengan harga Rp 30,000 dan daster untukku sendiri karena ukuran lebih besar Rp 40,000. Fair enough, nggak nyesel dan nggak salah harga karena begitu besok-besoknya keliling Bali emang harganya segitu. Cuman yaa...nawarin pertama kalinya aja udah bikin shock duluan. Kita tawar 50% nya dipikir udah murah gak taunya masih tetep aja mahal. Jadi please note, kalau ke pasar seni Ubud, nawarnya 1/4 dari harga yang ditawarkan yak. Hehehehehe....

Beranda Puri Ubud. Jonathan lagi ngambeg gak mau foto karena pengennya langsung ke Ubud Market hihihihi....

Di depan pintu masuk Puri Ubud - Jo masih pundung hihihihi.....

Monkey Street Ubud - Jo udah bisa senyum udah dapet gembolan dari Ubud Market hehehehe...sayang kelupaan foto Ubud Marketnya

Tour kami hari itu ditutup dengan makan malan di Bebek Bengil, Ubud. Part of the tour, kami mendapatkan set menu yang menurut kami sudah lebih dari cukup. Menu pembuka berupa soup, untuk dewasa dapet soup tom yam dan anak-anak soup ayam. Kemudian main menu nongol, seporsi bebek bengil. Dewasa dapet seporsi yang terdiri dari nasi, 1/2 bebek dan sayuran. Anak-anak bebeknya dapet 1/4. Trus masih dessert pula. Hadeuuhh...nasinya aja kami kurangi, kami hanya mau 2 porsi nasi untuk ber-4 dan dessert kami tolak. Sudah cukup, super duper kekenyangan. Minum yang masuk ke dalam set menu adalah aqua dan es jeruk. Well...kenyang sudah....

Yuks mari makan!...Ruth dan Jo suka sekali dengan Crispy Duck nya Bebek Bengil. Klo Mamanya bilang, kurang manstabb sambelnya karena bukan sambel setan, hihihihihi....

Ini menu untuk dewasa, buat aku dan Jeff. Kami berdua milih  nasi disingkirkan. Segini aja dah begah amat hehehehehehe.....

Selesai makan malam waktu sudah menunjukkan pukul 20:30 WIT, saatnya kembali ke Sanur untuk beristirahat. We need to recharge our energy for another long day tomorrow.... :-)

No comments:

Post a Comment